- Pendahuluan
Bolehkah seorang non-muslim menjadi
pemimpin di daerah yang mayoritas muslim? pertanyaan ini sangat tepat sekali
untuk konteks ini. dan bagaimana al quran sendiri berbicara mengenai hubungan
muslim dengan non-muslim dalam ranah politik ini.
Contoh konkritnya adalah negara
Nigeria negara yang terletak di benua Afrika sebelah barat ini
memiliki jumlah umat Islam yang membuat Nigeria sebagai negara dengan jumlah
Muslim terbanyak keenam di dunia, yaitu sekitar 76 juta jiwa,pernah dipimpin oleh seorang kristiani yakni Olusegun
Obasanjo yang menjabat
sebagai presiden nigeria ke-12 menjadi presiden dari 29 mei 1999 – 29 mei 2007.
Dan begitu juga Senegal yang
penduduknya 91% beragama Muslim pernah
dipimpin oleh Léopold Sédar Senghor presiden pertama senegal (1960-1980) yang beragama katolik roma.
Dan negara berikutnya adalah
Libanon, dimana penduduknya yang 57% muslim dipimpin dari kalangan Kristiani
Maronite (مارونية) yaitu Jenderal Michel Suleiman, Jenderal Émile
Geamil Lahoud (24 november 1998-23
November 2007 )
Secara umum, ada dua klasifikasi pemikiran dalam masalah ini. Pertama,
mereka yang melarang. Kedua mereka yang membolehkan adanya pemimpin dari
kalangan non-muslim untuk daerah yang mayoritas muslim. Salah satu
tokoh yang memperbolehkan adanya
pemimpin dari kalangan non-muslim untuk daerah yang mayoritas muslim adalah Dr Mujar Syarif Mag. Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum
(FSH) UIN Jakarta ini berpendapat, kendati Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim namun
bukan berarti presiden harus beragama Islam.
Namun bagaimanakah Al-quran
mengatur hubungan antara muslim dengan non muslim dalam ranah politik ? Berikut ayat-ayat yang berbicara
tentang hubungan politik muslim dengan non-muslim.
- Dalil
{An-Nisa’(4) ayat 141 dan Al-Mujadalah(58)
ayat 22}
tûïÏ%©!$# tbqÝÁ/utIt öNä3Î/ bÎ*sù tb%x. öNä3s9 Óx÷Fsù z`ÏiB «!$# (#þqä9$s% óOs9r& `ä3tR öNä3yè¨B bÎ)ur tb%x. tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 Ò=ÅÁtR (#þqä9$s% óOs9r& øÈqóstGó¡tR öNä3øn=tæ Nä3÷èuZôJtRur z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# 4
ª!$$sù ãNä3øts öNà6oY÷t/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 3
`s9ur @yèøgs ª!$# tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 n?tã tûüÏZÏB÷sçRùQ$# ¸xÎ6y ÇÊÍÊÈ
141. (yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang
akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu
kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah Kami (turut berperang)
beserta kamu ?" dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan
(kemenangan) mereka berkata: "Bukankah Kami turut memenangkanmu, dan
membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan
di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan
kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa:141)
w ßÅgrB $YBöqs% cqãZÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# cr!#uqã ô`tB ¨!$ym ©!$# ¼ã&s!qßuur öqs9ur (#þqçR%2 öNèduä!$t/#uä ÷rr& öNèduä!$oYö/r& ÷rr& óOßgtRºuq÷zÎ) ÷rr& öNåksEuϱtã 4
y7Í´¯»s9'ré& |=tF2 Îû ãNÍkÍ5qè=è% z`»yJM}$# Nèdyr&ur 8yrãÎ/ çm÷YÏiB (
óOßgè=Åzôãur ;M»¨Zy_ ÌøgrB `ÏB $pkÉJøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz $ygÏù 4
_ÅÌu ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ytã 4
y7Í´¯»s9'ré& Ü>÷Ïm «!$# 4
Iwr& ¨bÎ) z>÷Ïm «!$# ãNèd tbqßsÎ=øÿçRùQ$# ÇËËÈ
22. Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.
dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan
Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung. (al-Mujadalah:22)
- Tafsir dan Asbabun Nuzul
Dalam surat an-nisa’ ayat 141 tidak
kami memukan latar belakang historis turunnya (asbabun nuzul) ayat ini.
Tafsir an-Nisa ayat 141:
- Ibnu katsir menafsirkan:
Allah ta’ala memberitahukan
mengenai kaum munafik bahwa mereka menunggu-nunggu lenyapnya kekuasaanmu dan tampilnya
kekuasaan kaum kafir atasmu, serta lenyapnya agamu. “Jika kamu mendapat
kemenangan dari Allah” berupa pertolongan dan ghanimah “maka
mereka berkata,’bukankah kami bersamamu ?’” ungkapan itu mereka
sampaikan untuk meminta belas kasihan dari kaum mukmin. “Jika kaum kafir
mendapat keberuntungan,” yakni mereka mendapat kemenangan seperti yang
terjadi dalam peristiwa perang uhud, karena para rasul itu diuji kemudian
mereka ,mendapat kesudahan yang baik,”maka mereka berkata,’bukankah kami
membantu dan membelamu dari orang-orang yang beriman ?’” yakni, kami
membelamu secara batiniah sebab mereka bersikap pura-pura baik terhadap kaum
mukmin maupun kaum kafir agar mereka mendapat bagian keuntungan dan selamat
dari tipu daya. Hal itu disebabkan karena lemahnya keimanan mereka. Allah
Ta’ala berfirman,”Allah akan menghukumi diantara mereka pada hari kiamat.”
Yakni, Wahai kaum munafik, Allah mengetahui isi hatimu, maka janganlah kamu
terperdaya oleh hikmah yang terdapat dalam pemberlakuan hukum syariat atas kamu
itu berdasarkan lahiriahmu, karena pada hari kiamat penampilan lahiriahmu itu
tidak akan berguna lagi.
Firman Allah,”Sekali-kali
tidak akan memberi jalan bagi kaum kafir untuk menghancurkan kaum mukmin.”maksutnya Sekali-kali Allah tidak akan member jalan kepada
kaum kafir untuk mengalahkan kaum mukmin
didunia, misalnya dengan berkuasanya kaum kafir secara menyeluruh atas kaum
mukmin. Meskipun mereka terkadang berhasil, namun kesudahan yang baik tetap
saja bagi orang-orang yang bertakwa di dunia dan di akhirat.
- Dalam tafsir jalalain :
(Yakni orang-orang) menjadi
badal bagi "orang-orang" yang sebelumnya (yang menunggu-nunggu
datangnya padamu) giliran peristiwa (jika kamu beroleh kemenangan)
berikut harta rampasan (dari Allah, mereka berkata) kepadamu ("Bukankah
kami bersama kamu") baik dalam keagamaan maupun dalam berjihad?
Lalu mereka diberi bagian harta rampasan itu. (Sebaliknya jika
orang-orang kafir yang beroleh nasib baik) berupa kemenangan terhadapmu
(mereka berkata) kepada orang-orang kafir itu: ("Bukankah
kami turut berjasa memenangkanmu) padahal kalau kami mau, kami mampu
pula menahan dan memusnahkanmu tetapi itu tidak kami lakukan?" ("Dan)
tidakkah (kami membela kamu dari orang-orang mukmin) agar mereka
tidak beroleh kemenangan, yaitu dengan mengirim berita kepadamu, membukakan
rahasia dan siasat mereka, hingga jasa besar kami itu tidak dapat kamu ingkari
dan lupakan?" Firman Allah swt.: ("Maka Allah akan memberi
keputusan di antara kamu) dengan mereka (pada hari kiamat)
yaitu dengan memasukkanmu ke dalam surga dan memasukkan mereka ke dalam neraka.
(Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir
terhadap orang-orang beriman.") maksudnya jalan untuk mencelakakan
dan membasmi mereka
Tafsir Al- Mujadalah ayat 22:
Asbabun Nuzul:
Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah
(sahabat rasulullah) yang membunuh bapaknya (dari golongan kafir quraisy) dalam
perang badar. Ayat ini menegaskan bahwa seorang mukmin akan mencintai Allah
melebihi cintanya kepada sanak keluarganya sendiri.
- Dalam Tafsir Ibnu katsir:
Allah Ta’ala berfirman,”Kamu
tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka.”
Yaitu,orang-orang yang beriman tidak akan menjalain cinta kasih dengan
orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sekalipun orang –oran g itu
bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.
Selanjutnya Allah berfirman,” Mereka
Itulah orang-orang yang telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.” Yaitu, orang yang mempunyai sifat tidak menaruh rasa
cinta kepada orang-orang yang menetanga Allah dan Rasulullah, Walaupun orang
itu adalah ayah dan saudaranya. Orang yang demikian termasuk orang yang telah
dicatat oleh Allah keimanan di dalam hatinya dan menghiaskan keimanan itu dalam
pandangannya.
Allah SWT. Berfirman,”Dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.”
Di dalam ayat ini terkandung rahasia yang sangat dalam. Yaitu, ketika mereka
membenci kaum kerabat dan keluarga sendiri karena Allah semata, maka Alllah
akan menggantinya dengan kerelaan Allah terhadap mereka dan kerelaan mereka
ridha terhadap-Nya. Yaitu, kerelaan dengan kenikmatan yang abadi,kemenangan
yang tak tertandingi, dan karunia yang meliputi sisi-Nya.
Allah ta’ala berfirman,”Mereka
Itulah golongan Allah” yaitu,
hamba-hamba dan orang-orang yang layak menerima kemurahan-Nya. Firman Allah,”ketahuilah,
bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” Merupakan pujian terhadap kemenangan yang telah
mereka peroleh di dunia dan akhirat, dan sebagai kebalikan dari golongan setan
yang telah diceritakan.” Ketahuilah, sesungguhnya golongan setan itu adalah
golongan yang merugi.” (al-Mujadalah:19)
…
Iwr& ¨bÎ) z>÷Ïm Ç`»sÜø¤±9$# æLèe tbrçÅ£»sø:$# ÇÊÒÈ
- Dalam tafsir Jalalain:
(Kamu tidak akan mendapati sesuatu
kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang)
artinya berteman (dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya
sekalipun orang-orang itu) yakni orang-orang yang menentang itu (bapak-bapak
mereka) yakni bapak-bapak orang-orang yang beriman (atau
anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau pun keluarga mereka)
bahkan orang-orang yang beriman itu pasti memusuhi mereka dan memerangi mereka
demi keimanannya, sebagaimana yang dialami oleh sebagian para sahabat. (Mereka
itulah) orang-orang yang tidak mau berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya (yang Allah telah menanamkan)
yakni meneguhkan (keimanan dalam kalbu mereka dan menguatkan mereka
dengan cahaya) yakni nur (dari-Nya) dari Allah swt. (Dan
dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka) karena ketaatan
mereka kepada-Nya (dan mereka pun merasa puas terhadap-Nya) atas
pahala. (Mereka itulah golongan Allah) artinya yang mengikuti
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. (Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
golongan Allah itulah yang beruntung) yang memperoleh keberuntungan.
- Pendapat Pro dan Kontra
Ayat-ayat larangan tentang
menjadikan orang non-muslim sebagai penolong/ pemimpin sudah pasti memiliki
konteksnya. Ini tentunya memerlukan penelitian lebih jauh lagi, apakah konteks
ayat yang berisi larangan tersebut masih sesuai dengan konteks saat ini. Semua
pemikiran ulama dan cendikiawan berangkat dari teks atau ada yang berangkat
dari konteks. ini semua masalah interpretasi. betapa tidak karna semua ayat yang
berkaitan dengan kepemimpinan dalam Islam memiliki keragaman pendapat diantara
para ulama. Boleh jadi ulama-ulama yang masih memegang teks-teks yang melarang
masih menganggap berlakunya konteks ayat tersebut dengan kontkes sekarang,
namun sebaliknya bagi para ulama atau cendikiawan melihat bahwa ayat tersebut
tidak lagi sesuai dengan konteks saat ini, akan berpendapat sebaliknya.
Mereka yang pro, berpendapat bahwa hukum
dilarangnya mengangkat orang-orang Non-Muslim sebagai pemimpin karena adanya illat (alasan), yaitu adanya
kekhawatiran dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin
Non-Muslim tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan, maka
hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan adanya bahaya itu
tidak ada, maka hukumnya boleh.
Pendapat mereka dilandaskan
pada surat al-Mumtahanah ayat 8:
w
â/ä38yg÷Yt
ª!$#
Ç`tã
tûïÏ%©!$#
öNs9
öNä.qè=ÏG»s)ã
Îû
ÈûïÏd9$#
óOs9ur
/ä.qã_Ìøä
`ÏiB
öNä.Ì»tÏ
br&
óOèdry9s?
(#þqäÜÅ¡ø)è?ur
öNÍkös9Î)
4
¨bÎ)
©!$#
=Ïtä
tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$#
ÇÑÈ
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu (dari
kalangan orang-orang kafir) karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang Berlaku adil.
Dan surat al-Maidah ayat 8:
(
wur
öNà6¨ZtBÌôft
ãb$t«oYx©
BQöqs%
#n?tã
wr&
(#qä9Ï÷ès?
4
(#qä9Ïôã$#
uqèd
Ü>tø%r&
3uqø)G=Ï9
(
(#qà)¨?$#ur
©!$#
4
cÎ)
©!$#
7Î6yz
$yJÎ/
cqè=yJ÷ès?
ÇÑÈ
8.dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum (yakni kepada orang-orang kafir),
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dan kita sering mendengar ada tokoh
Muslim dan Sekular menggunakan fatwa Ibn Taimiyyah untuk menjustifikasi
keabsahan penguasa Kafir. Dalam kutub rasail wa fatawa syaikh islam ibnu
taimiyyah tertulis:
ولهذا كانت الذنوب ثلاثة أقسام
أحدها ما فيها ظلم للناس كالظلم بأخذ الأموال ومنع الحقوق والحسد ونحو ذلك
والثانى ما فيه ظلم للنفس فقط كشرب الخمر والزنا
اذا لم يتعد ضررهما
والثالث ما يجتمع فيه الأمران مثل أن يأخذ
المتولى أموال الناس يزني بها ويشرب بها الخمر ومثل أن يزنى بمن يرفعه على الناس
بذلك السبب ويضرهم كما يقع ممن يحب بعض النساء والصبيان وقد قال الله تعالى { ö@è% $yJ¯RÎ) tP§ym }În/u |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $pk÷]ÏB $tBur z`sÜt/ zNøOM}$#ur zÓøöt7ø9$#ur ÎötóÎ/ Èd,yÛø9$# br&ur (#qä.Îô³è@ «!$$Î/ $tB óOs9 öAÍit\ã ¾ÏmÎ/ $YZ»sÜù=ß br&ur (#qä9qà)s? n?tã «!$# $tB w tbqçHs>÷ès? ÇÌÌÈ }
وَأُمُورُ النَّاسِ تَسْتَقِيمُ
فِي الدُّنْيَا مَعَ الْعَدْلِ الَّذِي فِيهِ الِاشْتِرَاكُ فِي أَنْوَاعِ
الْإِثْمِ : أَكْثَرُ مِمَّا تَسْتَقِيمُ مَعَ الظُّلْمِ فِي الْحُقُوقِ وَإِنْ
لَمْ تَشْتَرِكْ فِي إثْمٍ ؛ وَلِهَذَا قِيلَ : إنَّ اللَّهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ
الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً ؛ وَلَا يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ
كَانَتْ مُسْلِمَةً . وَيُقَالُ : الدُّنْيَا تَدُومُ مَعَ الْعَدْلِ وَالْكُفْرِ
وَلَا تَدُومُ مَعَ الظُّلْمِ وَالْإِسْلَامِ . وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { لَيْسَ ذَنْبٌ أَسْرَعَ عُقُوبَةً مِنْ الْبَغْيِ
وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ } فَالْبَاغِي يُصْرَعُ فِي الدُّنْيَا وَإِنْ كَانَ
مَغْفُورًا لَهُ مَرْحُومًا فِي الْآخِرَةِ وَذَلِكَ أَنَّ الْعَدْلَ نِظَامُ
كُلِّ شَيْءٍ ؛ فَإِذَا أُقِيمَ أَمْرُ الدُّنْيَا بِعَدْلِ قَامَتْ وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لِصَاحِبِهَا فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَمَتَى لَمْ تَقُمْ بِعَدْلِ
لَمْ تَقُمْ وَإِنْ كَانَ لِصَاحِبِهَا مِنْ الْإِيمَانِ مَا يُجْزَى بِهِ فِي
الْآخِرَةِ )كتب
ورسائل وفتاوى شيخ الإسلام ابن تيمية(
Karena itu, dosa bisa diklasifikasikan
menjadi tiga macam: Pertama, dosa yang mengandung kezaliman kepada manusia.
Seperti kezaliman dengan mengambil harta, menghalangi hak orang, dengki, dan
sebagainya. Kedua, dosa yang hanya mengandung kezaliman kepada diri sendiri,
seperti minum khamer dan zina, jika bahayanya tidak menimpa orang lain. Ketiga,
dosa yang mengandung kedua-duanya, seperti orang yang mendapat amanah untuk
mengurus urusan mengambil harta orang, yang harta tersebut dia gunakan berzina,
dan dia gunakan minum khamer Allah SWT telah berfirman:
“Katakanlah, ‘Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan
Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
(Q.s. al-A’raf [07]: 33)
Urusan manusia di dunia ini akan
tetap lurus bersama keadilan yang disertai dengan berbagai macam dosa, lebih
lurus ketimbang urusan tersebut bersama kezaliman dalam hak, meski tidak
disertai dengan satu pun dosa. Karena itu, ada yang mengatakan, “Sesungguhnya
Allah akan menegakkan negara yang adil, sekalipun (negara itu) Kafir. Dan Dia
tidak akan menegakkan negara yang zalim, sekalipun (negara itu) Islam.” Ada
juga yang mengatakan, “Dunia akan tetap bertahan bersama keadilan dan
kekufuran, dan tidak akan bertahan bersama kezaliman dan Islam.” Nabi saw telah
bersabda:
“Tidak ada satu pun dosa yang lebih cepat
dikenai siksa ketimbang kezaliman dan memutus hubungan kekerabatan.”
Orang zalim di dunia akan dilawan,
meski di akhirat diampuni dan mendapatkan rahmat (belas kasih Allah). Itu
karena keadilan merupakan aturan segala hal. Jika urusan dunia ditegakkan
dengan adil, maka dunia tetap akan tegak, meski di akhirat orangnya tidak
beruntung. Selama tidak ditegakkan dengan adil, maka dunia tidak akan tegak,
meski orangnya beriman, dan di akhirat mendapatkan balasan atas keimanannya.
Menurut
penulis,sebenarnya penjelasan tersebut sebenarnya untuk mendorong
keadilan, mencegah kezaliman dan bagaimana dampak keduanya terhadap kehidupan
umat manusia. Dampaknya, keadilan akan menyebabkan tegak dan kokohnya negara.
Sebaliknya, kezaliman akan menyebabkan runtuh dan rapuhnya negara. Apapun
negaranya, baik negara Islam maupun Kafir.
Karena jika dipahami demikian
(pembolehannya), tentu ini
akan kontradiksi dengan penjelasan beliau dalam kitabnya yang lain. Dalam kitab
as-Siyasah as-Syar’iyyah, beliau menyatakan:
وَإِنْ انْفَرَدَ السُّلْطَانُ عَنْ
الدِّينِ أَوْ الدِّينُ عَنْ السُّلْطَانِ فَسَدَتْ أَحْوَالُ النَّاسِ وَإِنَّمَا
يَمْتَازُ أَهْلُ طَاعَةِ اللَّهِ عَنْ أَهْلِ مَعْصِيَتِهِ بِالنِّيَّةِ
وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ
“Jika kekuasaan terpisah dari agama,
atau agama terpisah dari kekuasaan, maka keadaan manusia akan rusak. Sesungguhnya
Ahli tha’at
itu hanya bisa dibedakan dengan ahli maksiat berdasarkan niat dan amal
shalihnya.”
Penutup
Secara umum, ada dua klasifikasi pemikiran dalam
masalah ini. Pertama, mereka yang melarang. Kedua mereka yang membolehkan
adanya pemimpin dari kalangan non-muslim untuk daerah yang mayoritas muslim. Namun dalam al-Quran kita diperintahkan untuk memilih kaum muslim sebagai
pemimpin dan penolong kita.
Sebenarnya Masih ada ayat-ayat lain yang berbicara tentang
mengangkat non-muslim sebagai pemimpin dan penolong. Setidaknya ada 12 termasuk
dengan tiga ayat diatas.Ali-Imran ayat 28,Al-maidah ayat 51, Al-maidah ayat 57, an-Nisa ayat 144,
al-Mumtahanah ayat 1, ali-Imran ayat 100 dan 118, al-Anfal ayat 73, at-taubah
ayat 8 dan 71
Mereka yang memperbolehkan, berpendapat bahwa hukum
dilarangnya mengangkat orang-orang Non-Muslim sebagai pemimpin karena adanya illat (alasan), yaitu adanya
kekhawatiran dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin
Non-Muslim tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan, maka
hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan adanya bahaya itu
tidak ada, maka hukumnya boleh.
Referensi
Jalaluddin Asy-Syuyuthi &
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy,Tafsir jalalain
Muhammad Nasih ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir
K.H.Q.Shaleh H.A.A Dahlan, Latar Belakang Historis
Turunnya Ayat-Ayat al-Quran
كتب
ورسائل وفتاوى شيخ الإسلام ابن تيمية
أحمد بن عبد الحليم
بن تيمية الحراني السياسة
الشرعية في اصلاح الراعي والرعية