ETIKA
PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI ( ILLEGAL CONTENT )
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu memperoleh nilai uas EPTIK
1. TEGUH BASKARA
NIM: 11123128
2.
ALFIAN
MUHAMMADY
NIM:11121750
Jurusan Komputerisasi
Akuntansi
Akademi Manajemen
Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Jakarta
2015
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah “Etika Profesi Teknologi Informasi dan
Komunikasi ( Illegal Content )”. Tujuan penyusunan makalah ini adalah menunjang
kegiatan belajar mahasiswa dalam memperkarya pengetahuan dan keterampilan dalam
berbicara.
Dengan segala kerendahan hati, kami pun
menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik demi hasil yang lebih baik untuk menyusun makalah ini selanjutnya
sangat kami harapkan. Kami yakin niat tulus dari semua pihak.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih
Kepada semua pihak yang telah memberi dukungan atas penyusunan makalah ini.
Terima kasih.
Tim Penyusun/penulis
i
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar................................................................................................................i
Daftar
Isi........................................................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan...............................................................................................3
1.3 Metode Penelitian..................................................................................................4
1.4 Ruang Lingkup......................................................................................................4
BAB
II LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Cybercrime...............................................................................................5
2.2 Definisi Cybercrime..............................................................................................7
2.3 Jenis-Jenis Cybercrime..........................................................................................7
2.4 Kategorisasi Cybercrime.....................................................................................10
2.5 Cyberporn............................................................................................................12
2.5.1
Dampak
Cyberporn................................................................................14
BAB
III PEMBAHASAN
3.1
Kronologi.........................................................................................................16
3.2
Dakwaan..........................................................................................................19
3.3
Putusan............................................................................................................21
3.4 Kelemahan dari Subtansi Hukum Undang
– Undang No. 11 Tahun 2008....21
ii
BAB
IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................22
4.2 Saran....................................................................................................................23
Daftar
Pustaka
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa
batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum.
Komputer dan internet
telah merubah budaya manusia dari budaya industri menjadi budaya yang
berlandaskan informasi. Budaya di mana informasi menjadi kebutuhan penting,
dapat diakses tak terbatas dan tanpa batas (Borderless). Budaya di mana setiap
orang berhak mendapatkan pengetahuan seluasluasnya. Hal tersebut sangat dimungkinkan
sebab cara bergaul masyarakat dunia tidak mengenal lagi batasan-batasan negara,
suku, bangsa dan kelompok. Kejadian yang terjadi pada suatu negara bisa
diketahui dari negara lainnya yang berjarak ratusan ribu kilometer hanya beberapa
menit setelah kejadian.
Kemajuan teknologi
informasi terutama pada bidang komputer dan internet terbukti telah memberikan
dampak positif bagi kemajuan kehidupan manusia. Perlu digarisbawahi, dibalik
kelebihan dan kemudahan yang ditawarkan oleh komputer dan
1
internet, ternyata memiliki sisi
gelap yang dapat menghancurkan kehidupan dan budaya manusia itu sendiri.
Perkembangan komputer dan internet tidak dapat dipungkiri telah menjadi sarana
atau ladang baru bagi dunia kejahatan. Sebab komputer dan internet sebagai
ciptaan manusia memiliki karakteristik mudah dieksploitasi oleh siapa saja yang
memiliki keahlian di bidang tersebut.
Keamanan komputer dan
internet semakin menjadi isu penting sejak awal tahun 1990-an, seiring semakin
banyak munculnya berbagai tindakan kejahatan yang menggunakan media komputer
dan internet. Tindak kejahatan menggunakan media komputer dan internet (sebagai
media komunikasi dan informasi) dikenal dengan istilah cybercrime.
Cybercrime merupakan
kejahatan yang meliputi beberapa jenis tindak kejahatan; salah satunya adalah
Illegal Content. Illegal Content adalah Kejahatan dengan memasukkan data atau
informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis dan
dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Seperti penyebaran
berita yang tidak benar, pornografi, dan sebagainya.
Menteri Sosial Khofifah
Indar Parawansah menyatakan, Indonesia dalam kondisi darurat pornografi.
Tingkat pornografi di Indonesia saat ini nyaris sama bahayanya dengan narkoba.
Jumlah korban pornografi sudah mencapai 45 persen lebih tinggi dibanding bahaya narkoba. Dan
dampaknya sangat besar merusak
masa depan generasi bangsa.
Situs pornografi telah menjadi
salah satu dalang rusaknya mentalitas generasi muda bangsa. Penelitian yang
dilakukan oleh Jane Brown, seorang ilmuwan dari
2
Universitas North Carolina, Amerika
Serikat, menemukan adanya korelasi signifikan antara pengaruh media porno
dengan perilaku seks bebas. Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah,
televisi dan film ternyata mendorong konsumen (remaja) untuk melakukan
aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Dengan seringnya melihat
tampilan seks di media, mereka akhirnya beranggapan bahwa aktivitas seks adalah
hal "biasa" yang bebas dilakukan siapa saja dan di mana saja.
Kejahatan merupakan
perbuatan yang bersifat melanggar norma, mengacaukan, menimbulkan
ketidaksenangan dalam masyarakat. Kejatahatan menimbulkan reaksi masyarakat
untuk membenci, menolak atau mereaktu perbuatan tersebut.
Dalam suatu masyarakat
pasti ada peraturan atau hukum (ubi societas, ibi ius). Hukum merupakan sarana
untuk mencegah kejahatan. Hukum dibuat oleh Negara, mempunyai kekuatan memaksa
melalui penegak hukum yang harus tegas dan konsisten dalam melaksanakan hukum
tersebut.
1.2 Maksud
dan Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah
a. Diajukan untuk memenuhi persyaratan
tugas Mata Kuliah EPTIK
b. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
nilai UAS (Ujian Akhir Semester) pada semester 6 ini.
c. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan
di dunia maya yaitu tentang perkembangan yang semakin pesat mengenai cyberporn.
3
1.3
Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Mencari data
sebanyak-banyaknya yang kemudian diambil suatu kesimpulan, kemudian penulis
mencoba menguraikan dan menganalisa data tersebut, menelitinya serta
menggambarkan secara lebih jelas berdasarkan fakta-fakta yang tampak
sebagaimana adanya. Maka penelitian ini adalah penelitian Normatif.
1.4
Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis
hanya membatasi ruang lingkup permasalahan pada cybercrime dalam hal cyberporn..
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah
Cybercrime
Cybercrime terjadi
bermula dari kegiatan hacking yang telah ada lebih dari satu abad. Pada tahun
1870-an, beberapa remaja telah merusak sistem telepon baru Negara dengan
merubah otoritas. Berikut akan ditunjukan seberapa sibuknya para hacker telah
ada selama 35 tahun terakhir. Awal 1960 fasilitas universitas dengan kerangka
utama komputer yang besar, seperti laboratorium kepintaran buatan (artificial
intelligence) MIT, menjadi tahap percobaan bagi para hacker. Pada awalnya, kata
“hacker” berarti positif untuk seorang yang menguasai komputer yang dapat
membuat sebuah program melebihi apa yang dirancang untuk melakukan tugasnya.
Awal 1970 John Draper membuat sebuah panggilan telepon membuat sebuah panggilan
telepon jarak jauh secara gratis dengan meniupkan nada yang tepat ke dalam
telepon yang memberitahukan kepada sistem telepon agar membuka saluran.
Draper menemukan siulan
sebagai hadiah gratis dalam sebuah kotak sereal anak-anak. Draper, yang
kemudian memperoleh julukan “Captain crunch” ditangkap berulangkali untuk
pengrusakan telepon pada tahun 1970-an. Pergerakan social Yippie memulai
majalah YIPL/TAP (Youth International Party Line/ Technical
5
Assistance Program) untuk menolong
para hacker telepon (disebut “phreaks”) membuat panggilan jarak jauh secara
gratis. Dua anggota dari California’s Homebrew Komputer Club memulai membuat
“blue boxes” alat yang digunakan untuk meng-hack ke dalam sistem telepon. Para
anggotanya, yang mengadopsi pegangan “Berkeley Blue” (Steve Jobs) dan “Oak
Toebark” (Steve Wozniak), yang selanjutnya mendirikan Apple Komputer.
Awal 1980 pengarang
William Gibson memasukkan istilah “Cyber Space” dalam sebuah novel fiksi ilmiah
yang disebut Neurimancer. Dalam satu penangkapan pertama dari para hacker, FBI
menggerebek markas 414 di Milwaukee (dinamakan sesuai kode area local) setelah
para anggotanya menyebabkan pembobolan 60 komputer berjarak dari memorial
Sloan-Kettering Cancer Center ke Los Alamos National Laboratory. Comprehensive
Criem Contmrol Act memberikan yuridiksi Secret Service lewat kartu kredit dan
penipuan Komputer.dua bentuk kelompok hackier, the legion of doom di amerika
serikat dan the chaos komputer club di Jerman.
Akhir 1980 penipuan
komputer dan tindakan penyalahgunaan member kekuatan lebih bagi otoritas
federal komputer emergency response team dibentuk oleh agen pertahanan amerika
serikat bermarkas pada Carnegie Mellon U niversity di Pitt Sburgh, misinya
untuk menginvestigasi perkembangan volume dari penyerangan pada jaringan
komputer pada usianya yang ke 25,seorang hacker veteran bernama Kevin mitnick
secara rahasia memonitor email dari MCI dan pegawai keamanan digital
equipment.dia dihukum karena merusak komputer dan mencuri software dan
6
hal itu dinyatakan hukum selama
satu tahun penjara.
Pada Oktober 2008 muncul sesuatu virus baru
yang bernama conficker (juga disebut downup downandup dan kido) yang
terkatagori sebagai virus jenis worm. Conficker menyerang Windows dan paling
banyak ditemui dalam windows XP. Microsoft merilis patch untuk menghentikan
worm ini pada tanggal 15 oktober 2008. Heinz Haise memperkirakan conficker
telah menginfeksi 2.5 juta PC pada 15 januari 2009, sementara the guardian
memperkiran 3.5 juta PC terinfeksi. Pada 16 Januari 2009, worm ini telah
menginfeksi hamper 9 juta PC, menjadikannya salah satu infeksi yang paling
cepat menyebar dalam waktu singkat. (Hius et al: 2014)
2.2 Definisi
Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan
yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat
mengasumsikan cybercrime dengan komputer crime. (Hius at al: 2014)
Menurut Harahap (2012a:32), tindak
pidana siber atau cybercrime dirumuskan sebagai “perbuatan melawan hukum yang
dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai
objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak
lain.”
2.3
Jenis-jenis Cybercrime
Setelah memahami secara
umum mengenai apa yang dimaksud dengan cyber crime, perlu ditinjau adalah
mengenai jenis-jenis dari cyber crime.
7
Dengan mengetahui jenis-jenis dari cyber crime
dapat memberikan pemahaman mengenai apakah hal-hal yang diatur dalam
Undang-Undang ITE sehingga dapat membantu dalam proses pembahasan masalah
(Aldyputra 2012:21)
1. Unauthorized Access to Computer System
and Service/Internet Intrusion. Jenis cyber crime ini merupakan jenis kejahatan
yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan memasuki jaringan
komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik
jaringan tersebut. Contoh dari jenis cyber crime ini biasanya seperti mengakses
sebuah website dengan menggunakan username orang lain
2. Illegal Contents
Menurut Harahap (2012b:95) “Illegal
content adalah tindakan memasukkan data dan atau informasi ke dalam internet
yang dianggap tidak benar, tidak etis dan melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum.” Salah satu contoh illegal content yang sering ditemui adalah
dalam bidang pornografi (cyberporn).
Menurut Harahap (2012c:95) Cyberporn
merupakan “kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan
dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul dan mengekspos hal – hal
yang tidak pantas.”
3. Data Forgery
Jenis cyber crime ini merupakan jenis
kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan memalsukan
data yang terdapat dalam jaringan ataupun tindakan memasukkan data yang dapat
menguntungkan pelaku atau orang lain dengan cara melawan hukum.
8
Kejahatan ini biasanya berupa pemalsuan
dokumen-dokumen e-commerce yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari si
korban atau memasukkan data gaji pegawai melebihi yang seharusnya.
4. Cyber Espionage
Kejahatan yang memanfaatkan internet
untuk melakukan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan
komputer pihak sasaran.
5. Cyber Sabotage and Extortion
Jenis cyber crime ini merupakan jenis
kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan membuat
gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer
atau jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Kejahatan ini dilakukan
dengan menyusupkan suatu program yang dapat mengakibatkan kerusakan pada data,
program komputer atau sistem jaringan komputer yang ditarget.
6. Offense Against Intellectual Property
Jenis cyber crime ini merupakan jenis
kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya ditujukan terhadap hak atas
kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain. Misalkan seperti peniruan
tampilan dari sebuah website secara ilegal, penyebaran data yang merupakan
rahasia dagang seseorang, dan sebagainya.
7. Infringements of Privacy
Jenis cyber crime ini merupakan jenis
kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan
penyalahpenggunaan atau penyebaran dari
9
informasi
pribadi yang dimiliki seseorang yang dimana dapat mengakibatkan kerugian
terhadap orang tersebut baik secara materil maupun immateril, misalnya
informasi seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit
tersembunyi dan sebagainya.
2.4 Katagorisasi
Cybercrime
Susan W Brenner,
Professor of Law and Technology dari University of Dayton School of Law
mempunyai pendapat untuk menggambarkan bentuk-bentuk cybercrime. Brenner
mengelompokkan kejahatan-kejahatan tersebut ke dalam kategori : crimes against
persons, crimes against property, crimes against state dan crimes against
morality. (Afitrahim:2012:43)
Menurut Brenner, empat
kategori ini merupakan pembidangan yang lebih tepat untuk menggolongkan
kejahatan-kejahatan yang dilakukan dengan cara-cara yang baru tersebut.
Pembidangan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Crimes Against Persons (kejahatan
tehadap orang)
Kejahatan terhadap orang dapat terjadi melalui media
cyber, antara lain berupa homicide (menimbulkan kematian bagi orang lain) dan
assault (menyebabkan cedera atau celaka bagi orang lain). Contoh tersebut
antara lain dapat diilustrasikan mengenai seorang hacker yang mampu membobol
sistem computer sebuah rumah sakit, dan kemudian memanipulasi daftar
obat-obatan berbahaya yang ada di database agar dikonsumsikan kepada
pasien-pasien yang tidak mengkonsumsi obat-obat berbahaya tersebut.
10
Dengan
begitu akan semakin bertambah parah bahkan bisa berakibat tewasnya para pasien
tersebut
2. Crimes Against Property (kejahatan terhadap
hak milik)
Kejahatan terhadap hak milik seseorang
merupakan kejahatan yang paling popular, bahkan merupakan kejahatan yang paling
umum bila dilihat dari prespektif kejahatan konvensional sekalipun. Namun kali
ini cara yang dilakukan oleh pelaku adalah dengan memanfaatkan teknologi
internet.
Kejahatan terhadap hak milik ini ada
beberapa jenis. Brenner memfokuskan tipe kejahatan ini kedalam 3 jenis yaitu
hacking (pembobolan), theft (pencurian) dan forgery (pemalsuan)
3. Crimes Against State (kejahatan terhadap
negara)
Menurut Brenner, kejahatan terhadap
Negara pada dasarnya telah dikriminalisasi oleh berbagai peraturan
perundang-undangan pidana yang ada disetiap negara. Bentuk-bentuk kejahatan
semacam ini antara lain perbuatan yang secara langsung dapat menghancurkan
kekuatan militer Negara (missal sabotase), diarahkan kepada infrastruktur
Negara (missal sarana kesehatan, sarana komunikasi), dapat menggangu stabilitas
sistem fiskal nasional (missal pemalsuan uang atau surat-surat berharga).
Bahkan kejahatan terhadap agama juga dapat dikategorikan ke dalam kejahatan
ini.
Kemajuan
teknologi komputer, telah meningkatkan jumlah dokumen rahasia yang disimpan
dalam format komputer. Dengan demikian, kejahatan terhadap negara semakin mudah
dilakukan dengan adanya bantuan teknologi informasi sekarang.
11
4. Crimes Against Morality (kejahatan
terhadap moral)
Brenner beranggapan bahwa teknologi
computer telah memberikan peluang yang cukup besar bagi tindakan-tindakan yang
dapat dianggap bertentangan dengan moralitas. Walaupun pada dasarnya kejahatan
terhadap moral ini telah dikriminalisasi oleh undang-undang pidana tradisional,
tetapi dengan fasilitas teknologi komputer, perbuatan amoral semakin mudah
dilakukan.Oleh Brenner tindakan-tindakan amoral itu diberi contoh antara lain
perjudian on-line, iklan dan perdagangan prostitusi, penyebarluasan
materi-materi pornografi.
2.5
Cyberporn
Kejahatan
Cyberporn adalah kejahatan yang dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial
dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dan korban kejahatan.
Dengan sifat seperti itu, semua negara termasuk Indonesia yang melakukan
aktivitas internet akan terkena dampak dari perkembangan kejahatan dunia maya.
Memudarnya batas-batas geografi dalam abad 21 yang dikenal sebagai abad
informasi ini telah mengubah cara pandang terhadap penyelesaian dan praktik
kejahatan dari model lama (konvensional) ke model baru (elektronik). Kekuatan
jaringan dan komputer menjadikan setiap komputer sebagai alat yang potensial
bagi para pelaku kejahatan. Globalisasi aktivitas kriminal yang memungkinkan
para penjahat melintas batas elektronik merupakan masalah nyata dengan potensi
mempengaruhi negara, hukum, dan warga negaranya. Fakta ini tak bisa dipungkiri
karena internet dapat dijadikan sarana yang efektif untuk mencapai
tujuan-tujuan
12
negatif yang diinginkan tanpa
batasan geografis dan teritorial.
Sayangnya, upaya
penanggulangan kejahatan internet ini menemukan masalah dalam hal yurisdiksi.
Pengertian yurisdiksi sendiri adalah kekuasaan atau kemampuan hukum negara
terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini merupakan
refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara, dan
prinsip tidak campur tangan. Dalam konteks ini Indonesia bisa memainkan
perannya bersama-sama dengan negara-negara lain di dunia untuk mengatasi
masalah kejahatan internet.
Upaya
penanggulangan kejahatan cyberporn ini agar dapat dilakukan secara menyeluruh
maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan, tetapi dapat
juga dilakukan dengan pendekatan non-penal. Dalam konteks cyberporn ini erat
hubungannya dengan teknologi, khususnya teknologi komputer dan telekomunikasi
sehingga pencegahan cyberporn dapat digunakan techno-prevention. Pendekatan
teknologi ini merupakan subsistem dalam sebuah sistem yang lebih besar, yaitu
pendekatan budaya. Pendekatan budaya atau kultural ini perlu dilakukan untuk
membangun atau membangkitkan kepekaan warga masyarakat dan aparat penegak hukum
terhadap masalah cyberporn dan menyebarluaskan atau mengajarkan etika
penggunaan komputer melalui media pendidikan. (Dewi:2013:390)
13
2.5.1
Dampak Cyberporn
Pornografi
melalui media internet berpengaruh terhadap remaja untuk berperilaku seksual
beresiko. internet merupakan media yang dapat diakses remaja dimanapun dan
kapanpun berada, baik melalui handphone maupun internet rumah. (Dewi 2012:178)
Dampak utama dari terpaan pornografi
pada khalayak yaitu (Widiarti 2008:25)
1. Perangsangan Seksual (sexual
arousal)
Sejumlah studi menunjukkan dampak paling
nyata dari konsumsi materi
pornografi oleh khalayak adalah
rangsangan seksual. Suatu temuan yang cukup
mengejutkan adalah ternyata derajat
keeksplisitan suatu materi pornografi tidak
selalu berhubungan dengan tingkat
rangsangan seksual yang dialami khalayak.
Bahkan, pada beberapa kasus, ditemukan
materi seksual yang tidak terlalu
eksplisit justru lebih dapat
membangkitkan hasrat seksual khalayak penontonnya.
Imajinasi seksual yang dirangsang oleh
materi seksual noneksplisit ternyata lebih
kuat pengaruhnya dalam membangkitkan rangsangan
seksual khalayak. Studi
(1960) juga menunjukkan bahwa rangsangan
seksual merupakan sesuatu yang dapat diperoleh melalui pembelajaran.
Studi-studi berikutnya juga menemukan
bahwa khalayak yang terbiasa mengkonsumsi
materi pornografi yang normal (antara laki-laki dan perempuan serta tanpa pelibatan
kekerasan atau perilaku seksual menyimpang lain), lama kelamaan akan menjadi
terbiasa sehingga
14
membutuhkan materi pornografi yang lebih
menyimpang untuk membangkitkan
hasrat seksualnya.
2. Perubahan perilaku
Konsumsi materi pornografi akan memiliki
dampak pada perilaku. Hal ini disebabkan, khalayak mempelajari adegan/aktifitas
seksual yang mereka konsumsi dari materi pornografi tersebut. Salah satu dampak
yang diakibatkan olehnya adalah disinhibition (pemudaran tabu). Dalam studi
ditemukan, setelah menyaksikan sebuah film bermuatan pornografi, seorang
khalayak akan lebih merasa terbiasa dan wajar dengan adegan seksual yang
disaksikannya tersebut. Ia juga akan cenderung memiliki dorongan untuk
mempraktikkan aktivitas seksual yang disaksikannya, meskipun sebelumnya hal itu
merupakan sesuatu yang dianggap tabu. Para peneliti juga kemudian memberikan
perhatian pada kemungkinan hubungan antara konsumsi materi pornografi dengan
terjadinya peristiwa kejahatan seksual. Dari studi yang dilakukan, mereka
menemukan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
peredaran dan ketersediaan materi pornografi di suatu wilayah dengan tingkat
kejahatan seksual yang terjadi di wilayah tersebut seperti pemerkosaan,
pelecehan seksual, dan sebagainya.
15
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1
Kronologi
Penerapan Undang –
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Kasus
Pornografi.
Nomor Putusan: 68/Pid/ 2011/ PT.Bdg
.
Terdakwa: Reza Rizaldi Alias Rejoy
Alias Joy Bin Dody Imam Santoso
Pada bulan Juli 2006
bertempat di Studio Musik Capung Jalan Antapani Bougenville Blok L Nomor 2
Bandung , Terdakwa menerima external hard disk dari Nazriel Irham alias Ariel
Peterpan untuk dilakukan penyuntingan (editing) atas f ile yang ada didalamnya
dan ketika Terdakwa membuka external hard disk tersebut, dalam salah satu
foldernya terdapat file berisi video pornografi persenggamaan antara saksi
Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah
Anasya.
Setelah Terdakwa
mengetahui salah satu folder berisi file berisi video pornografi persenggamaan
antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari
Aminah Anasya tersebut, lalu Terdakwa menyimpan file tersebut dengan cara menggandakan
atau mengcopynya ke dalam Personal Computer (PC) Studio Capung dan dalam
external hard disk miliknya ,
16
kemudian external hard disk
tersebut Terdakwa bawa pulang.
Sesampainya dirumah ,
Terdakwa memindahkan atau menggandakan file berisi video pornografi antara
Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah
Anasya tersebut dari external hard disk miliknya ke Personal Computer (PC) miliknya
di rumahnya di Jalan Tamborin No.12 RT.006/002 Kelurahan Turangga, Kecamatan
Lengkong, Bandung .
Setelah Terdakwa
selesai memindahkan atau menggandakan file berisi video pornografi
persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham
dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut, lalu menontonnya , beberapa hari kemudian
Terdakwa memberitahukan kepada Nazriel Irham, bahwa Nazriel Irham telah
menyimpan f ile berisi video, pornografi persenggamaan antara Nazriel Irham
dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya di
dalam hard disk Maxtor milik Nazriel Irham namun Nazriel Irham mengatakan,
" Lu copy yah, hapus dong", tanpa ada upaya untuk memeriksa kembali
dan memastikan apakah f ile berisi video pornografi persenggamaan antara
Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah
Anasya tersebut telah benar-benar terhapus dari Personal Computer (PC) maupun
dari external hard disk milik Terdakwa , hal itu telah memberi kesempatan
kepada Terdakwa menggandakan dan atau menyebarluaskan f ile berisi video
pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan tersebut.
17
Pada tanggal 20 Januari
2010, Anggit Gagah Pratama membuka file berisi gambar bergerak video pornografi
yang secara eksplisit memuat persenggamaan tersebut dari Personal Computer (PC)
milik Terdakwa, setelah menontonnya kemudian Anggit Gagah Pratama menggandakan
atau mengcopynya ke laptop miliknya
Setelah Anggit Gagah
Pratama mengcopy file dan menyimpan (video) pornografi tersebut ke laptop
miliknya, kemudian Anggit Gagah Pratama memperlihatkan dan mempertontonkan file
berisi gambar bergerak (video) pornografi yang secara eksplisit memuat
persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham
dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut kepada teman-temannya, antara lain Rian
Eryandez dan sdr.Yoga di rumah sdr.Yoga.
Selanjutnya setelah
menonton file berisi gambar bergerak (video) pornograf i tersebut saksi Rian
Eryandez dan teman-temannya mengunggah (upload) file berisi gambar bergerak
(video) pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan antara Nazriel
Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya
tersebut ke media internet, sehingga tersebar luas melalui internet dan dapat
dilihat oleh umum atau siapa pun yang mengakses internet.
Dari kronologi
tersebut, dapat kita lihat bahwa Bahwa Terdakwa telah mengakses komputer
dan/atau sistem elektronik berisi file yang berisi video pornografi yang
bersifat pribadi milik Nazriel Irham Alias Ariel Peterpan dengan tujuan
memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yaitu file berisi
18
gambar bergerak (video) pornografi
persenggamaan antara Nazriel Irham alias Ariel Peterpan dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham alias
Ariel Peterpan dengan Cut Tari Aminah Anasya tanpa seizin dari Nazriel Irham
alias Ariel Peterpan.
3.2 Dakwaan
Dalam salah beberapa dakwaan Jaksa
Penuntut Umum menyebutkan:
1.
Bahwa
Terdakwa telah dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan
cara apapun dengan tujuan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang R.I Nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bunyi pasal tersebut:
Pasal 30 ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik.”
Pasal 46 ayat (2)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).”
19
2.
Bahwa
Terdakwa telah sengaja memberi kesempatan, saran atau keterangan untuk
melakukan kejahatan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan kepada saks i Anggit
Gagah Pratama dan kawan- kawan . Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang Undang R. I
Nomor 11 t ahun 2008 tentan g Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 56 ke
2 KUHP
Bunyi pasal tersebut:
Pasal 27 ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 45 ayat (1)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 56 ke 2 KUHP
Dipidana sebagai pembantu
kejahatan: mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
20
3.3
Putusan
Dalam putusannya,
Majelis Hakim menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan
6 (enam) bulan dengan tambahan pidana denda sebesar Rp.250.000.000 (Dua Ratus
Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak
dibayar maka diganti dengan pidana
kurungan selama 3 (tiga) bulan.
3.4
Kelemahan dari Subtansi Hukum Undang – Undang No. 11 Tahun 2008
Dilihat dari subtansi
hukumnya, Di dalam Pasal 27 pada ayat (1) Undang – Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki kelemahan yaitu sama sekali tidak ada penjelasan
mengenai apa yang dimaksud dengan “kesusilaan” kesusilaan dalam standar
pandangan yang bagaimana dapat diartikan dengan kesusilaan. Setiap orang pasti
ada perbedaan dalam mendefiniskan arti kata kesusilaan tersebut. Dengan tidak
adanya penjelasan kesusilaan tersebut, tidak jelas apakah pengertian kesusilaan
dimaksud sama dengan pengertian pornografi yang dimaksud di dalam Undang –
Undang No. 11 Tahun 2008.(Harahap 2012:81)
21
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teknologi informasi
telah mengubah perilaku dan pola hidup secara global. Perkembangan teknologi
informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi dan pola penegakan hukum yang
secara signifikan berlangsung demikian cepat. Namun demikian teknologi informasi
dan komunikasi juga menimbulkan permasalahan penerapannya. Beberapa potensi
kerugian yang dapat disebabkan oleh pemanfaatan teknologi informasi dan dan
komunikasi secara kurang tepat di antaranya masalah tindak pidana siber.
Kondisi tersebut yang menyebabkan setiap gelombang perkembangan teknologi
selalu diikuti dengan instrumen hukum yang mendukung. Dengan kata lain, bahwa
hukum yang berkembang mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini merupakan cerminan dari dinamika dari peradaban masyarakat itu
sendiri. Substansi peraturan perundang – undangan, peran penegak hukum, dan
kultur masyarakat merupakan elemen penting bagi penerapan dan penegakan hukum.
22
4.2
Saran
1. Beberapa pasal di Undang – Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik perlu ditinjau kembali
agar dilengkapi atau disesuaikan ataupun diubah karena menimbulkan berbagai
penafsiran dan beberapa celah hukum didalamnya.
2. Memberikan pengetahuan agama secara
optimal. Karena terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan perilaku
mengakses situs porno dan religiusitas. Religiusitas memberikan sumbangan
efektif sebesar 4.3% terhadap kecenderungan perilaku mengakses situs porno. Makin
tinggi tingkat religiusitas remaja, makin rendah kecenderungannya untuk
mengakses situs porno, sebaliknya semakin rendah religiusitasnya semakin tinggi
kecenderungannya untuk mengakses situs porno. (Rahmawati dkk 2002:10)
3. Menumbuhkan suasana komunikasi yang
sehat, yaitu setiap anggota keluarga merasa nyaman dan aman bila mengungkapkan
perasaannya, sehingga apabila ada potensi virus pornografi akan masuk ke dalam
rumah, maka akan segera cepat terdeteksi dan diselesaikan.
4. Kebijakan sensor yang dimulai dari
masyarakat.
5. Pengembangan software tanpa harus
membatasi aktifitas masyarakat dalam mengakses informasi
23
6. Kerjasama pemerintah dengan
instansi-instansi dan lembaga pendidikan. Instansi-instansi dan lembaga
pendidikan yang memasang wi-fi, harus dibarengi dengan pemasangan firewall,
sehingga semua yang mengandung pornoaksi dan pornografi tidak dapat di akses.
7. Pemerintah hendaknya bertindak tegas
terhadap penjual maupun pengedar media-media yang bermuatan pornografi.
8. Kampanye anti pornografi. Seiring dengan
dikeluarkannya UU ITE oleh pemerintah yang salah satu didalamnya mengatur
tentang pembatasan transaksi yang berhubungan dengan pornografi, maka hendaknya
dibarengi dengan sosialisasi dalam bentuk kampanye anti pornografi kepada
masyarakat. Dalam kampanye tersebut hendaknya juga di lakukan sosialisasi penggunaan
internet yang sehat kepada masyarakat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Afitrahim M.R 2012. Yurisdiksi Dan
Transfer Of Proceeding Dalam Kasus Cybercrime. Tesis S2 Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
Aldyputra , Martinus Evan 2012.
Pengaturan Penyebaran Informasi yang Memiliki Muatan Penghinaan dan/atau
Pencemaran Nama Baik dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (Tinjauan Yuridis Terhadap Pasal 27 Ayat (3)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Ln
No. 58 Tahun 2008, Tln No. 4843). Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Dewi, Ari Pristiana 2012 Hubungan karakteristik remaja,
peran teman sebaya dan paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja di
kelurahan pasir gunung selatan depok Tesis S2 Fakultas Ilmu keperawatan
Universitas Indonesia.
Dewi, Shinta Septiana 2013. Upaya Pemerintah
Indonesia Dalam Menangani Kasus Cybercrime (Studi kasus Cyberporn di
Indonesia). eJournal Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarman Volume
1, Nomor 2, http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=741 (diakses pada: 22
Mei 2015)
Harahap, Marissa Amalina Shari 2012.
Analisis Penerapan Undang – Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Dalam Tindak Pidana Siber. Tesis S2 Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
Hius, Jurnalis J, Jumaidi Saputra, dan
Anhar Nasution 2014. Mengenal dan Mengantisipasi Kegiatan Cybercrime Pada
Aktifitas Online Sehari-Hari dalam Pendidikan, Pemerintahan Dan Industri Dan
Aspek Hukum Yang Berlaku. Prosiding SNIKOM 2014. Diambil dari:
http://ejournal.uui.ac.id/jurnal/MENGENAL_DAN_MENGANTISIPASI_KEGIATAN_CYBERCRIME_PADA_AKTIFITAS_ONLINE_SEHARI-HARI_DALAM_PENDIDIKAN,_PEMERINTAHAN_DAN_INDUSTRI_DAN_ASPEK_HUKUM_YANG_BERLAKU-ox4-2._jurnalis_j_hius_(ks_1).pdf
(2 Mei 2015)
Rahmawati, Diah Viska, Noor Rochman Hadjam, dan Tina Afiatin. 2002. Hubungan Antara Kecenderungan Perilaku
Mengakses Situs Porno Dan Religiusitas Pada Remaja. jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/110/101
(diakses pada 22 Mei 2015)
Widiarti, Catur 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
efek paparan pornografi pada remaja sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di
kota depok tahun 2008. Skripsi Fakultas kesehatan Masarakat Universitas Indonesia.