Jumat, 22 Mei 2015

ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI ( ILLEGAL CONTENT )



MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu memperoleh nilai uas EPTIK


1.     TEGUH BASKARA
NIM: 11123128
2.     ALFIAN MUHAMMADY
NIM:11121750



Jurusan Komputerisasi Akuntansi
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Jakarta
2015
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah “Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi ( Illegal Content )”. Tujuan penyusunan makalah ini adalah menunjang kegiatan belajar mahasiswa dalam memperkarya pengetahuan dan keterampilan dalam berbicara.
Dengan segala kerendahan hati, kami pun menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik demi hasil yang lebih baik untuk menyusun makalah ini selanjutnya sangat kami harapkan. Kami yakin niat tulus dari semua pihak.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih Kepada semua pihak yang telah memberi dukungan atas penyusunan makalah ini. Terima kasih.


Tim Penyusun/penulis



i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang......................................................................................................1
1.2  Maksud dan Tujuan...............................................................................................3
1.3  Metode Penelitian..................................................................................................4
1.4  Ruang Lingkup......................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1  Sejarah Cybercrime...............................................................................................5
2.2  Definisi Cybercrime..............................................................................................7
2.3  Jenis-Jenis Cybercrime..........................................................................................7
2.4  Kategorisasi Cybercrime.....................................................................................10
2.5  Cyberporn............................................................................................................12
2.5.1        Dampak Cyberporn................................................................................14
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kronologi.........................................................................................................16
3.2 Dakwaan..........................................................................................................19
3.3 Putusan............................................................................................................21
      3.4 Kelemahan dari Subtansi Hukum Undang – Undang No. 11 Tahun 2008....21
ii
BAB IV PENUTUP
  4.1 Kesimpulan..........................................................................................................22
  4.2 Saran....................................................................................................................23
Daftar Pustaka















iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Komputer dan internet telah merubah budaya manusia dari budaya industri menjadi budaya yang berlandaskan informasi. Budaya di mana informasi menjadi kebutuhan penting, dapat diakses tak terbatas dan tanpa batas (Borderless). Budaya di mana setiap orang berhak mendapatkan pengetahuan seluasluasnya. Hal tersebut sangat dimungkinkan sebab cara bergaul masyarakat dunia tidak mengenal lagi batasan-batasan negara, suku, bangsa dan kelompok. Kejadian yang terjadi pada suatu negara bisa diketahui dari negara lainnya yang berjarak ratusan ribu kilometer hanya beberapa menit setelah kejadian.
Kemajuan teknologi informasi terutama pada bidang komputer dan internet terbukti telah memberikan dampak positif bagi kemajuan kehidupan manusia. Perlu digarisbawahi, dibalik kelebihan dan kemudahan yang ditawarkan oleh komputer dan
1
internet, ternyata memiliki sisi gelap yang dapat menghancurkan kehidupan dan budaya manusia itu sendiri. Perkembangan komputer dan internet tidak dapat dipungkiri telah menjadi sarana atau ladang baru bagi dunia kejahatan. Sebab komputer dan internet sebagai ciptaan manusia memiliki karakteristik mudah dieksploitasi oleh siapa saja yang memiliki keahlian di bidang tersebut.
Keamanan komputer dan internet semakin menjadi isu penting sejak awal tahun 1990-an, seiring semakin banyak munculnya berbagai tindakan kejahatan yang menggunakan media komputer dan internet. Tindak kejahatan menggunakan media komputer dan internet (sebagai media komunikasi dan informasi) dikenal dengan istilah cybercrime.
Cybercrime merupakan kejahatan yang meliputi beberapa jenis tindak kejahatan; salah satunya adalah Illegal Content. Illegal Content adalah Kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Seperti penyebaran berita yang tidak benar, pornografi, dan sebagainya.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansah menyatakan, Indonesia dalam kondisi darurat pornografi. Tingkat pornografi di Indonesia saat ini nyaris sama bahayanya dengan narkoba. Jumlah korban pornografi sudah mencapai 45 persen  lebih tinggi dibanding bahaya narkoba. Dan dampaknya sangat besar merusak masa depan generasi bangsa.
Situs pornografi telah menjadi salah satu dalang rusaknya mentalitas generasi muda bangsa. Penelitian yang dilakukan oleh Jane Brown, seorang ilmuwan dari
2
Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan adanya korelasi signifikan antara pengaruh media porno dengan perilaku seks bebas. Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film ternyata mendorong konsumen (remaja) untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Dengan seringnya melihat tampilan seks di media, mereka akhirnya beranggapan bahwa aktivitas seks adalah hal "biasa" yang bebas dilakukan siapa saja dan di mana saja.
Kejahatan merupakan perbuatan yang bersifat melanggar norma, mengacaukan, menimbulkan ketidaksenangan dalam masyarakat. Kejatahatan menimbulkan reaksi masyarakat untuk membenci, menolak atau mereaktu perbuatan tersebut.
Dalam suatu masyarakat pasti ada peraturan atau hukum (ubi societas, ibi ius). Hukum merupakan sarana untuk mencegah kejahatan. Hukum dibuat oleh Negara, mempunyai kekuatan memaksa melalui penegak hukum yang harus tegas dan konsisten dalam melaksanakan hukum tersebut.

1.2  Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
a.       Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Mata Kuliah EPTIK
b.      Untuk memenuhi persyaratan memperoleh nilai UAS (Ujian Akhir Semester) pada semester 6 ini.
c.       Untuk mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan di dunia maya yaitu tentang perkembangan yang semakin pesat mengenai cyberporn.
3
1.3  Metode Penelitian
a.       Jenis Penelitian
Mencari data sebanyak-banyaknya yang kemudian diambil suatu kesimpulan, kemudian penulis mencoba menguraikan dan menganalisa data tersebut, menelitinya serta menggambarkan secara lebih jelas berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Maka penelitian ini adalah penelitian Normatif.
1.4 Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis hanya membatasi ruang lingkup permasalahan pada cybercrime dalam hal cyberporn..











4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Cybercrime
Cybercrime terjadi bermula dari kegiatan hacking yang telah ada lebih dari satu abad. Pada tahun 1870-an, beberapa remaja telah merusak sistem telepon baru Negara dengan merubah otoritas. Berikut akan ditunjukan seberapa sibuknya para hacker telah ada selama 35 tahun terakhir. Awal 1960 fasilitas universitas dengan kerangka utama komputer yang besar, seperti laboratorium kepintaran buatan (artificial intelligence) MIT, menjadi tahap percobaan bagi para hacker. Pada awalnya, kata “hacker” berarti positif untuk seorang yang menguasai komputer yang dapat membuat sebuah program melebihi apa yang dirancang untuk melakukan tugasnya. Awal 1970 John Draper membuat sebuah panggilan telepon membuat sebuah panggilan telepon jarak jauh secara gratis dengan meniupkan nada yang tepat ke dalam telepon yang memberitahukan kepada sistem telepon agar membuka saluran.
Draper menemukan siulan sebagai hadiah gratis dalam sebuah kotak sereal anak-anak. Draper, yang kemudian memperoleh julukan “Captain crunch” ditangkap berulangkali untuk pengrusakan telepon pada tahun 1970-an. Pergerakan social Yippie memulai majalah YIPL/TAP (Youth International Party Line/ Technical

5
Assistance Program) untuk menolong para hacker telepon (disebut “phreaks”) membuat panggilan jarak jauh secara gratis. Dua anggota dari California’s Homebrew Komputer Club memulai membuat “blue boxes” alat yang digunakan untuk meng-hack ke dalam sistem telepon. Para anggotanya, yang mengadopsi pegangan “Berkeley Blue” (Steve Jobs) dan “Oak Toebark” (Steve Wozniak), yang selanjutnya mendirikan Apple Komputer.
Awal 1980 pengarang William Gibson memasukkan istilah “Cyber Space” dalam sebuah novel fiksi ilmiah yang disebut Neurimancer. Dalam satu penangkapan pertama dari para hacker, FBI menggerebek markas 414 di Milwaukee (dinamakan sesuai kode area local) setelah para anggotanya menyebabkan pembobolan 60 komputer berjarak dari memorial Sloan-Kettering Cancer Center ke Los Alamos National Laboratory. Comprehensive Criem Contmrol Act memberikan yuridiksi Secret Service lewat kartu kredit dan penipuan Komputer.dua bentuk kelompok hackier, the legion of doom di amerika serikat dan the chaos komputer club di Jerman.
Akhir 1980 penipuan komputer dan tindakan penyalahgunaan member kekuatan lebih bagi otoritas federal komputer emergency response team dibentuk oleh agen pertahanan amerika serikat bermarkas pada Carnegie Mellon U niversity di Pitt Sburgh, misinya untuk menginvestigasi perkembangan volume dari penyerangan pada jaringan komputer pada usianya yang ke 25,seorang hacker veteran bernama Kevin mitnick secara rahasia memonitor email dari MCI dan pegawai keamanan digital equipment.dia dihukum karena merusak komputer dan mencuri software dan
6
hal itu dinyatakan hukum selama satu tahun penjara.
 Pada Oktober 2008 muncul sesuatu virus baru yang bernama conficker (juga disebut downup downandup dan kido) yang terkatagori sebagai virus jenis worm. Conficker menyerang Windows dan paling banyak ditemui dalam windows XP. Microsoft merilis patch untuk menghentikan worm ini pada tanggal 15 oktober 2008. Heinz Haise memperkirakan conficker telah menginfeksi 2.5 juta PC pada 15 januari 2009, sementara the guardian memperkiran 3.5 juta PC terinfeksi. Pada 16 Januari 2009, worm ini telah menginfeksi hamper 9 juta PC, menjadikannya salah satu infeksi yang paling cepat menyebar dalam waktu singkat. (Hius et al: 2014)

2.2 Definisi Cybercrime
  Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime dengan komputer crime. (Hius at al: 2014)
Menurut Harahap (2012a:32), tindak pidana siber atau cybercrime dirumuskan sebagai “perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.”

2.3 Jenis-jenis Cybercrime                              
Setelah memahami secara umum mengenai apa yang dimaksud dengan cyber crime, perlu ditinjau adalah mengenai jenis-jenis dari cyber crime.
7
 Dengan mengetahui jenis-jenis dari cyber crime dapat memberikan pemahaman mengenai apakah hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang ITE sehingga dapat membantu dalam proses pembahasan masalah (Aldyputra 2012:21)
1.      Unauthorized Access to Computer System and Service/Internet Intrusion. Jenis cyber crime ini merupakan jenis kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan memasuki jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik jaringan tersebut. Contoh dari jenis cyber crime ini biasanya seperti mengakses sebuah website dengan menggunakan username orang lain
2.      Illegal Contents
Menurut Harahap (2012b:95) “Illegal content adalah tindakan memasukkan data dan atau informasi ke dalam internet yang dianggap tidak benar, tidak etis dan melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.” Salah satu contoh illegal content yang sering ditemui adalah dalam bidang pornografi (cyberporn).
Menurut Harahap (2012c:95) Cyberporn merupakan “kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul dan mengekspos hal – hal yang tidak pantas.”
3.      Data Forgery
Jenis cyber crime ini merupakan jenis kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan memalsukan data yang terdapat dalam jaringan ataupun tindakan memasukkan data yang dapat menguntungkan pelaku atau orang lain dengan cara melawan hukum.
8
 Kejahatan ini biasanya berupa pemalsuan dokumen-dokumen e-commerce yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari si korban atau memasukkan data gaji pegawai melebihi yang seharusnya.
4.      Cyber Espionage
Kejahatan yang memanfaatkan internet untuk melakukan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.
5.      Cyber Sabotage and Extortion
Jenis cyber crime ini merupakan jenis kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu program yang dapat mengakibatkan kerusakan pada data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang ditarget.
6.      Offense Against Intellectual Property
Jenis cyber crime ini merupakan jenis kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain. Misalkan seperti peniruan tampilan dari sebuah website secara ilegal, penyebaran data yang merupakan rahasia dagang seseorang, dan sebagainya.
7.      Infringements of Privacy
Jenis cyber crime ini merupakan jenis kejahatan yang dimana perbuatan melawan hukumnya berupa tindakan penyalahpenggunaan atau penyebaran dari
9
informasi pribadi yang dimiliki seseorang yang dimana dapat mengakibatkan kerugian terhadap orang tersebut baik secara materil maupun immateril, misalnya informasi seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

2.4 Katagorisasi Cybercrime
Susan W Brenner, Professor of Law and Technology dari University of Dayton School of Law mempunyai pendapat untuk menggambarkan bentuk-bentuk cybercrime. Brenner mengelompokkan kejahatan-kejahatan tersebut ke dalam kategori : crimes against persons, crimes against property, crimes against state dan crimes against morality. (Afitrahim:2012:43)
Menurut Brenner, empat kategori ini merupakan pembidangan yang lebih tepat untuk menggolongkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan dengan cara-cara yang baru tersebut. Pembidangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Crimes Against Persons (kejahatan tehadap orang)
Kejahatan  terhadap orang dapat terjadi melalui media cyber, antara lain berupa homicide (menimbulkan kematian bagi orang lain) dan assault (menyebabkan cedera atau celaka bagi orang lain). Contoh tersebut antara lain dapat diilustrasikan mengenai seorang hacker yang mampu membobol sistem computer sebuah rumah sakit, dan kemudian memanipulasi daftar obat-obatan berbahaya yang ada di database agar dikonsumsikan kepada pasien-pasien yang tidak mengkonsumsi obat-obat berbahaya tersebut.
10
Dengan begitu akan semakin bertambah parah bahkan bisa berakibat tewasnya para pasien tersebut
2.      Crimes Against Property (kejahatan terhadap hak milik)
Kejahatan terhadap hak milik seseorang merupakan kejahatan yang paling popular, bahkan merupakan kejahatan yang paling umum bila dilihat dari prespektif kejahatan konvensional sekalipun. Namun kali ini cara yang dilakukan oleh pelaku adalah dengan memanfaatkan teknologi internet.
Kejahatan terhadap hak milik ini ada beberapa jenis. Brenner memfokuskan tipe kejahatan ini kedalam 3 jenis yaitu hacking (pembobolan), theft (pencurian) dan forgery (pemalsuan)
3.      Crimes Against State (kejahatan terhadap negara)
Menurut Brenner, kejahatan terhadap Negara pada dasarnya telah dikriminalisasi oleh berbagai peraturan perundang-undangan pidana yang ada disetiap negara. Bentuk-bentuk kejahatan semacam ini antara lain perbuatan yang secara langsung dapat menghancurkan kekuatan militer Negara (missal sabotase), diarahkan kepada infrastruktur Negara (missal sarana kesehatan, sarana komunikasi), dapat menggangu stabilitas sistem fiskal nasional (missal pemalsuan uang atau surat-surat berharga). Bahkan kejahatan terhadap agama juga dapat dikategorikan ke dalam kejahatan ini.
Kemajuan teknologi komputer, telah meningkatkan jumlah dokumen rahasia yang disimpan dalam format komputer. Dengan demikian, kejahatan terhadap negara semakin mudah dilakukan dengan adanya bantuan teknologi informasi sekarang.
11
4.      Crimes Against Morality (kejahatan terhadap moral)
Brenner beranggapan bahwa teknologi computer telah memberikan peluang yang cukup besar bagi tindakan-tindakan yang dapat dianggap bertentangan dengan moralitas. Walaupun pada dasarnya kejahatan terhadap moral ini telah dikriminalisasi oleh undang-undang pidana tradisional, tetapi dengan fasilitas teknologi komputer, perbuatan amoral semakin mudah dilakukan.Oleh Brenner tindakan-tindakan amoral itu diberi contoh antara lain perjudian on-line, iklan dan perdagangan prostitusi, penyebarluasan materi-materi pornografi.

2.5 Cyberporn
Kejahatan Cyberporn adalah kejahatan yang dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dan korban kejahatan. Dengan sifat seperti itu, semua negara termasuk Indonesia yang melakukan aktivitas internet akan terkena dampak dari perkembangan kejahatan dunia maya. Memudarnya batas-batas geografi dalam abad 21 yang dikenal sebagai abad informasi ini telah mengubah cara pandang terhadap penyelesaian dan praktik kejahatan dari model lama (konvensional) ke model baru (elektronik). Kekuatan jaringan dan komputer menjadikan setiap komputer sebagai alat yang potensial bagi para pelaku kejahatan. Globalisasi aktivitas kriminal yang memungkinkan para penjahat melintas batas elektronik merupakan masalah nyata dengan potensi mempengaruhi negara, hukum, dan warga negaranya. Fakta ini tak bisa dipungkiri karena internet dapat dijadikan sarana yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan
12
negatif yang diinginkan tanpa batasan geografis dan teritorial.
Sayangnya, upaya penanggulangan kejahatan internet ini menemukan masalah dalam hal yurisdiksi. Pengertian yurisdiksi sendiri adalah kekuasaan atau kemampuan hukum negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara, dan prinsip tidak campur tangan. Dalam konteks ini Indonesia bisa memainkan perannya bersama-sama dengan negara-negara lain di dunia untuk mengatasi masalah kejahatan internet.
Upaya penanggulangan kejahatan cyberporn ini agar dapat dilakukan secara menyeluruh maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan, tetapi dapat juga dilakukan dengan pendekatan non-penal. Dalam konteks cyberporn ini erat hubungannya dengan teknologi, khususnya teknologi komputer dan telekomunikasi sehingga pencegahan cyberporn dapat digunakan techno-prevention. Pendekatan teknologi ini merupakan subsistem dalam sebuah sistem yang lebih besar, yaitu pendekatan budaya. Pendekatan budaya atau kultural ini perlu dilakukan untuk membangun atau membangkitkan kepekaan warga masyarakat dan aparat penegak hukum terhadap masalah cyberporn dan menyebarluaskan atau mengajarkan etika penggunaan komputer melalui media pendidikan. (Dewi:2013:390)




13
2.5.1 Dampak Cyberporn
Pornografi melalui media internet berpengaruh terhadap remaja untuk berperilaku seksual beresiko. internet merupakan media yang dapat diakses remaja dimanapun dan kapanpun berada, baik melalui handphone maupun internet rumah. (Dewi 2012:178)
Dampak utama dari terpaan pornografi pada khalayak yaitu (Widiarti 2008:25)
1. Perangsangan Seksual (sexual arousal)
Sejumlah studi menunjukkan dampak paling nyata dari konsumsi materi
pornografi oleh khalayak adalah rangsangan seksual. Suatu temuan yang cukup
mengejutkan adalah ternyata derajat keeksplisitan suatu materi pornografi tidak
selalu berhubungan dengan tingkat rangsangan seksual yang dialami khalayak.
Bahkan, pada beberapa kasus, ditemukan materi seksual yang tidak terlalu
eksplisit justru lebih dapat membangkitkan hasrat seksual khalayak penontonnya.
Imajinasi seksual yang dirangsang oleh materi seksual noneksplisit ternyata lebih
kuat pengaruhnya dalam membangkitkan rangsangan seksual khalayak. Studi
(1960) juga menunjukkan bahwa rangsangan seksual merupakan sesuatu yang dapat diperoleh melalui pembelajaran. Studi-studi berikutnya juga menemukan
bahwa khalayak yang terbiasa mengkonsumsi materi pornografi yang normal (antara laki-laki dan perempuan serta tanpa pelibatan kekerasan atau perilaku seksual menyimpang lain), lama kelamaan akan menjadi terbiasa sehingga


14
membutuhkan materi pornografi yang lebih menyimpang untuk membangkitkan
hasrat seksualnya.
2. Perubahan perilaku
Konsumsi materi pornografi akan memiliki dampak pada perilaku. Hal ini disebabkan, khalayak mempelajari adegan/aktifitas seksual yang mereka konsumsi dari materi pornografi tersebut. Salah satu dampak yang diakibatkan olehnya adalah disinhibition (pemudaran tabu). Dalam studi ditemukan, setelah menyaksikan sebuah film bermuatan pornografi, seorang khalayak akan lebih merasa terbiasa dan wajar dengan adegan seksual yang disaksikannya tersebut. Ia juga akan cenderung memiliki dorongan untuk mempraktikkan aktivitas seksual yang disaksikannya, meskipun sebelumnya hal itu merupakan sesuatu yang dianggap tabu. Para peneliti juga kemudian memberikan perhatian pada kemungkinan hubungan antara konsumsi materi pornografi dengan terjadinya peristiwa kejahatan seksual. Dari studi yang dilakukan, mereka menemukan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara peredaran dan ketersediaan materi pornografi di suatu wilayah dengan tingkat kejahatan seksual yang terjadi di wilayah tersebut seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan sebagainya.




15
BAB III
TINJAUAN KASUS


3.1 Kronologi
Penerapan Undang – Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Kasus Pornografi.
Nomor Putusan: 68/Pid/ 2011/ PT.Bdg .
Terdakwa: Reza Rizaldi Alias Rejoy Alias Joy Bin Dody Imam Santoso
Pada bulan Juli 2006 bertempat di Studio Musik Capung Jalan Antapani Bougenville Blok L Nomor 2 Bandung , Terdakwa menerima external hard disk dari Nazriel Irham alias Ariel Peterpan untuk dilakukan penyuntingan (editing) atas f ile yang ada didalamnya dan ketika Terdakwa membuka external hard disk tersebut, dalam salah satu foldernya terdapat file berisi video pornografi persenggamaan antara saksi Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya.
Setelah Terdakwa mengetahui salah satu folder berisi file berisi video pornografi persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut, lalu Terdakwa menyimpan file tersebut dengan cara menggandakan atau mengcopynya ke dalam Personal Computer (PC) Studio Capung dan dalam external hard disk miliknya ,
16
kemudian external hard disk tersebut Terdakwa bawa pulang.
Sesampainya dirumah , Terdakwa memindahkan atau menggandakan file berisi video pornografi antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut dari external hard disk miliknya ke Personal Computer (PC) miliknya di rumahnya di Jalan Tamborin No.12 RT.006/002 Kelurahan Turangga, Kecamatan Lengkong, Bandung .
Setelah Terdakwa selesai memindahkan atau menggandakan file berisi video pornografi persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut, lalu menontonnya , beberapa hari kemudian Terdakwa memberitahukan kepada Nazriel Irham, bahwa Nazriel Irham telah menyimpan f ile berisi video, pornografi persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya di dalam hard disk Maxtor milik Nazriel Irham namun Nazriel Irham mengatakan, " Lu copy yah, hapus dong", tanpa ada upaya untuk memeriksa kembali dan memastikan apakah f ile berisi video pornografi persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut telah benar-benar terhapus dari Personal Computer (PC) maupun dari external hard disk milik Terdakwa , hal itu telah memberi kesempatan kepada Terdakwa menggandakan dan atau menyebarluaskan f ile berisi video pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan tersebut.


17
Pada tanggal 20 Januari 2010, Anggit Gagah Pratama membuka file berisi gambar bergerak video pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan tersebut dari Personal Computer (PC) milik Terdakwa, setelah menontonnya kemudian Anggit Gagah Pratama menggandakan atau mengcopynya ke laptop miliknya
Setelah Anggit Gagah Pratama mengcopy file dan menyimpan (video) pornografi tersebut ke laptop miliknya, kemudian Anggit Gagah Pratama memperlihatkan dan mempertontonkan file berisi gambar bergerak (video) pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut kepada teman-temannya, antara lain Rian Eryandez dan sdr.Yoga di rumah sdr.Yoga.
Selanjutnya setelah menonton file berisi gambar bergerak (video) pornograf i tersebut saksi Rian Eryandez dan teman-temannya mengunggah (upload) file berisi gambar bergerak (video) pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan antara Nazriel Irham dengan Luna Maya dan antara Nazriel Irham dengan Cut Tari Aminah Anasya tersebut ke media internet, sehingga tersebar luas melalui internet dan dapat dilihat oleh umum atau siapa pun yang mengakses internet.
Dari kronologi tersebut, dapat kita lihat bahwa Bahwa Terdakwa telah mengakses komputer dan/atau sistem elektronik berisi file yang berisi video pornografi yang bersifat pribadi milik Nazriel Irham Alias Ariel Peterpan dengan tujuan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yaitu file berisi
18
gambar bergerak (video) pornografi persenggamaan antara Nazriel Irham alias Ariel Peterpan dengan  Luna Maya dan antara Nazriel Irham alias Ariel Peterpan dengan Cut Tari Aminah Anasya tanpa seizin dari Nazriel Irham alias Ariel Peterpan.

3.2 Dakwaan                    
Dalam salah beberapa dakwaan Jaksa Penuntut Umum menyebutkan:
1.                  Bahwa Terdakwa  telah dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang R.I Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bunyi pasal tersebut:
Pasal 30 ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.”
Pasal 46 ayat (2)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).”

19
2.                  Bahwa Terdakwa telah sengaja memberi kesempatan, saran atau keterangan untuk melakukan kejahatan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan kepada saks i Anggit Gagah Pratama dan kawan- kawan . Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang Undang R. I Nomor 11 t ahun 2008 tentan g Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 56 ke 2 KUHP
Bunyi pasal tersebut:
Pasal 27 ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 45 ayat (1)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 56 ke 2 KUHP
Dipidana sebagai pembantu kejahatan: mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.


20
3.3 Putusan
Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dengan tambahan pidana denda sebesar Rp.250.000.000 (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar  maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

3.4 Kelemahan dari Subtansi Hukum Undang – Undang No. 11 Tahun 2008
Dilihat dari subtansi hukumnya, Di dalam Pasal 27 pada ayat (1) Undang – Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki kelemahan  yaitu sama sekali tidak ada penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan “kesusilaan” kesusilaan dalam standar pandangan yang bagaimana dapat diartikan dengan kesusilaan. Setiap orang pasti ada perbedaan dalam mendefiniskan arti kata kesusilaan tersebut. Dengan tidak adanya penjelasan kesusilaan tersebut, tidak jelas apakah pengertian kesusilaan dimaksud sama dengan pengertian pornografi yang dimaksud di dalam Undang – Undang No. 11 Tahun 2008.(Harahap 2012:81)





21
BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Teknologi informasi telah mengubah perilaku dan pola hidup secara global. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi dan pola penegakan hukum yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Namun demikian teknologi informasi dan komunikasi juga menimbulkan permasalahan penerapannya. Beberapa potensi kerugian yang dapat disebabkan oleh pemanfaatan teknologi informasi dan dan komunikasi secara kurang tepat di antaranya masalah tindak pidana siber. Kondisi tersebut yang menyebabkan setiap gelombang perkembangan teknologi selalu diikuti dengan instrumen hukum yang mendukung. Dengan kata lain, bahwa hukum yang berkembang mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini merupakan cerminan dari dinamika dari peradaban masyarakat itu sendiri. Substansi peraturan perundang – undangan, peran penegak hukum, dan kultur masyarakat merupakan elemen penting bagi penerapan dan penegakan hukum.



22
4.2 Saran
1.      Beberapa pasal di Undang – Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik perlu ditinjau kembali agar dilengkapi atau disesuaikan ataupun diubah karena menimbulkan berbagai penafsiran dan beberapa celah hukum didalamnya.
2.      Memberikan pengetahuan agama secara optimal. Karena terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan perilaku mengakses situs porno dan religiusitas. Religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 4.3% terhadap kecenderungan perilaku mengakses situs porno. Makin tinggi tingkat religiusitas remaja, makin rendah kecenderungannya untuk mengakses situs porno, sebaliknya semakin rendah religiusitasnya semakin tinggi kecenderungannya untuk mengakses situs porno. (Rahmawati dkk 2002:10)
3.      Menumbuhkan suasana komunikasi yang sehat, yaitu setiap anggota keluarga merasa nyaman dan aman bila mengungkapkan perasaannya, sehingga apabila ada potensi virus pornografi akan masuk ke dalam rumah, maka akan segera cepat terdeteksi dan diselesaikan.
4.      Kebijakan sensor yang dimulai dari masyarakat.
5.      Pengembangan software tanpa harus membatasi aktifitas masyarakat dalam mengakses informasi



23
6.      Kerjasama pemerintah dengan instansi-instansi dan lembaga pendidikan. Instansi-instansi dan lembaga pendidikan yang memasang wi-fi, harus dibarengi dengan pemasangan firewall, sehingga semua yang mengandung pornoaksi dan pornografi tidak dapat di akses.
7.      Pemerintah hendaknya bertindak tegas terhadap penjual maupun pengedar media-media yang bermuatan pornografi.
8.      Kampanye anti pornografi. Seiring dengan dikeluarkannya UU ITE oleh pemerintah yang salah satu didalamnya mengatur tentang pembatasan transaksi yang berhubungan dengan pornografi, maka hendaknya dibarengi dengan sosialisasi dalam bentuk kampanye anti pornografi kepada masyarakat. Dalam kampanye tersebut hendaknya juga di lakukan sosialisasi penggunaan internet yang sehat kepada masyarakat.










24
DAFTAR PUSTAKA


Afitrahim M.R 2012. Yurisdiksi Dan Transfer Of Proceeding Dalam Kasus Cybercrime. Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Aldyputra , Martinus Evan 2012. Pengaturan Penyebaran Informasi yang Memiliki Muatan Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Tinjauan Yuridis Terhadap Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Ln No. 58 Tahun 2008, Tln No. 4843). Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Dewi, Ari Pristiana 2012 Hubungan karakteristik remaja, peran teman sebaya dan paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja di kelurahan pasir gunung selatan depok Tesis S2 Fakultas Ilmu keperawatan Universitas Indonesia.

Dewi, Shinta Septiana 2013. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Kasus Cybercrime (Studi kasus Cyberporn di Indonesia). eJournal Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarman Volume 1, Nomor 2, http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=741 (diakses pada: 22 Mei 2015)

Harahap, Marissa Amalina Shari 2012. Analisis Penerapan Undang – Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam Tindak Pidana Siber. Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Hius, Jurnalis J, Jumaidi Saputra, dan Anhar Nasution 2014. Mengenal dan Mengantisipasi Kegiatan Cybercrime Pada Aktifitas Online Sehari-Hari dalam Pendidikan, Pemerintahan Dan Industri Dan Aspek Hukum Yang Berlaku. Prosiding SNIKOM 2014. Diambil dari: http://ejournal.uui.ac.id/jurnal/MENGENAL_DAN_MENGANTISIPASI_KEGIATAN_CYBERCRIME_PADA_AKTIFITAS_ONLINE_SEHARI-HARI_DALAM_PENDIDIKAN,_PEMERINTAHAN_DAN_INDUSTRI_DAN_ASPEK_HUKUM_YANG_BERLAKU-ox4-2._jurnalis_j_hius_(ks_1).pdf (2 Mei 2015)

Rahmawati, Diah Viska, Noor Rochman Hadjam, dan  Tina Afiatin. 2002.  Hubungan Antara Kecenderungan Perilaku Mengakses Situs Porno Dan Religiusitas Pada Remaja. jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/110/101 (diakses pada 22 Mei 2015)

Widiarti, Catur 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi efek paparan pornografi pada remaja sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di kota depok tahun 2008. Skripsi Fakultas kesehatan Masarakat Universitas Indonesia.